Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Hasanuddin menggelar kuliah umum yang menghadirkan Walikota Gorontalo, Dr. H. Marten A Taha, SE. M. Ec. Dev, sebagai pembicara pada kegiatan tersebut, Senin (13/03/2023) di aula Prof Syukur Abdullah Lt 3 FISIP Unhas.
Kuliah umum yang dihadiri ratusan mahasiswa Unhas ini mengangkat tema “Praktik Politik dan Kepemimpinan dengan Pendekatan Antropologi “. Menurut Ketua Departemen Antropologi FISIP Unhas, Dr. Tasrifin Tahara, M.Si, kuliah tamu digelar untuk memberikan pemahaman praktis pada mahasiswa tentang praktik politik dan kepemimpinan di pemerintahan. “ Kegiatan kuliah umum ini penting dilaksanakan untuk memadukan pemahaman teori dan pengalaman praktis di lapangan. Sehingga, kampus bukan seperti menara gading yang belajar teori-teori, tetapi bisa belajar dari best practice para aktor di lapangan,” kata Tasrifin Tahara dalam sambutannya.
Kegiatan kuliah tamu tersebut dibuka secara resmi oleh Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan FISIP Unhas, Dr. Hasniati, S.Sos.,M.Si. Dalam pembukaannya, dia mengapresiasi pimpinan Departemen Antropologi yang menginisiasi kegiatan kuliah umum tersebut. Menurutnya, kuliah tamu hal yang sangat baik bagi mahasiswa untuk belajar langsung dengan praktisi.
“Saya kira ini forum luar biasa bagi mahasiswa untuk belajar sama Pak Walikota Gorontalo tentang kepemimpinan. Apalagi sebelum jadi walikota dua periode, beliau anggota DPRD beberapa periode. Karena itu, mohon adik-adik semua untuk memperhatikan dengan baik. Ini kesempatan yang baik untuk bertanya, bagaimana praktik politik dan kepemimpinan di pemerintahan,” ujar Hasniati saat membuka
Dalam sesi pemaparan materi, Walikota Gorontalo, Marten A Taha, menjelaskan konsep kepemimpinan berbasis kearifan lokal Gorontalo yang disebutnya dalam istilah lokal Mo’odelo sebagai nilai atau indikator kompetensi kepemimpinan. Konsep kepemimpinan Mo’odelo ini meliputi enam faktor, yakni Dudelo (sifat atau perilaku bawaan), Mo’ulindlapo (kecerdasan berpikir dan kecekatan bekerja), Dulohupa (mufakat), Huyula (gotong royong), Balata-Yipilo (ketegasan dan keterbukaan), dan Dunguto, Ponuwo serta Loyode (cinta sesama manusia, lingkungan dan segala ciptaan Allah).
Keenam faktor itu, menurut Marten, telah menjadi nilai-nilai kepemimpinan lokal yang diwariskan turun temurun oleh leluhur orang Gorontalo. Sehingga, kalau ingin menjadi pemimpin, nilai-nilai tersebut harus dianut dan ditunjukkan ke masyarakat agar kepemimpinan di daerah bisa diterima dan mendapat dukungan politik.
“Jadi keberadaan mo’odelo di Gorontalo sangat penting. Walaupun kita punya uang banyak, sekolah tinggi tapi kalau nilai indikator kepemimpinannya tidak mo’odelo, kita sulit diterima di masyarakat. Maknya di samping punya kecerdasan yang dibuktikan dengan tingkat Pendidikan, kemampuan ekonomi agar Ketika jadi pemimpin tidak mudah disuap, dan kekerabatan di masyarakat, maka dia juga mesti memiliki kepemimpinan yang mo’odelo. Karena ini adalah nilai moral dan pembawaan seorang pemimpin yang berkualitas, humanis dan karismatik, “ papar Marten, yang juga Ketua Dewan Pembina Ikatan Alumni (IKA) Antropologi FISIP Unhas.
Kuliah umum yang membahas nilai-nilai lokal dalam praktik politik dan kepemimpinan ini ditutup dengan sesi tanya jawab dengan mahasiswa, di antaranya hadir mahasiswa asal Gorontalo yang kuliah di Unhas. Sehingga, selain dapat berbagi pengalaman kepemimpinan dengan mahasiswa, Walikota Gorontalo juga mendapat pertanyaan langsung dari mahasiswa asal Gorontalo terkait perkembangan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat kota Gorontalo.